Puasa (Shaum)

Syariat puasa adalah salah satu dari 3 ibadah yang sama tuanya dengan umur manusia sebagai khalifah di muka bumi. Adapun 2 ibadah lainya adalah shalat, sebagaimana disebutkan dalam surat al Mudatstsir ayat 40-43, sementara Qurban disebutkan dalam Al Qur'an surat al Maidah ayat 27. Jadi puasa sudah dijalankan sejak lama manusia sebagaimana disebutkan dalam Al Qur'an surat al Baqarah ayat 183. Puasa dalam bahasa Arab disebut dengan As Shiyaam, yang berarti imsak atau menahan diri. Dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Sanskerta yakni upawasa, yang berarti menutup atau menghentikan segala kebiasaan.

Perintah pelaksanaan puasa Ramadhan merupakan rukun Islam ke-3 (dari 5 rukun Islam) yang diwajibkan kepada umat Islam pada tahun ke-2 Hijriyah, tatkala hidupnya Syaidina Muhammad Rasulullah saw, sudah mengalami 9 kali puasa bulan Ramadhan. Ibadah puasa bukan merupakan hal yang baru dan khusus bagi umat Islam, puasa merupakan amal ibadah klasik, karena juga telah diperintahkan dan telah dilakukan oleh umat terdahulu. Tentu pastinya kita tidak mengetahui secara persis tata cara puasa yang dilakukan oleh orang-orang di masa lalu, tetapi kita bisa menemukan beberapa cuplikannya saja.

Ulama salaf berbeda pendapat maksud orang-orang terdahulu, sebagian ulama salaf mengatakan adalah umat Nashrani, sebagian lain mengatakan ahlul kitab, & sebagian yang lain mengatakan adalah semua manusia sebelum kita. Sementara Ibnu Jarir al Thabari berpendapat umat terdahulu adalah ahlul kitab. Syariat puasa 1 bulan penuh di bulan Ramadhan merupakan syariat Nabi Ibrahim AS, kemudian Rasulullah SAW & ummatnya diperintahkan untuk mengikutinya. Satu pendapat mengatakan syariat puasa pertama kali diterima oleh Nabi Nuh AS setelah diselamatkan oleh Allah SWT dari banjir bandang. Kemudian Nabi Daud AS melanjutkan tradisi puasa dengan cara sehari puasa & sehari berbuka, dalam pernyataannya Nabi Daud AS berkata:

“Adapun hari yang aku berpuasa di dalamnya adalah untuk mengingat kaum fakir, sedangkan hari yang aku berbuka untuk mensyukuri nikmat yang telah dikaruniakan oleh Allah SWT.”

Meskipun demikian ternyata sebuah sumber menyebutkan bahwa Nabi Adam AS sesampainya di bumi setelah diturunkan dari surga pasca tragedi pohon khuldi, melakukan pertaubatan & melaksanakan puasa selama 3 hari setiap bulannya, kemudian kita dikenal dengan puasa hari putih & juga sunah untuk dikerjakan oleh umat Islam pada setiap tanggal 13, 14 dan 15 setiap bulan.

Pendapat lain mengatakan Nabi Adam AS berpuasa pada 10 Muharam sebagai rasa syukurnya karena telah bertemu kembali dengan istrinya Siti Hawa di Padang Arafah tepatnya di Jabal Rahmah. Sementara yang lain berpendapat Nabi Adam AS berpuasa sehari semalam pada waktu diturunkan dari taman surga. Ada juga yang mengatakan dia berpuasa selama 40 hari 40 malam setiap tahun. Pendapat lainnya mengatakan dia berpuasa dalam rangka mendoakan putra-putrinya. Selain itu, ada yang menjelaskan berpuasa pada hari Jumat untuk mengenang peristiwa penting, yakni dijadikannya dia oleh Allah swt, hari diturunkannya ke bumi, & diterima tobatnya oleh Allah SWT.

Nabi Nuh AS berpuasa selama 3 hari setiap bulan sepanjang tahun, seperti puasanya Nabi Adam AS. Nabi Nuh AS juga memerintahkan kaumnya untuk menyembah Allah dan berpuasa ketika mereka berbulan-bulan hidup terkatung-katung di dalam perahu besar di tengah samudera luas akibat bencana banjir besar, seraya bertobat kepada Allah SWT.

Nabi Daud AS juga melaksanakan puasa, bahkan dalam waktu yang cukup lama yaitu setengah tahun, berpuasa 1 hari & berbuka 1 hari begitulah selama 1 tahun. Nabi Ibrahim AS juga terkenal akan kegemarannya berpuasa, sebulan penuh di bulan Ramadhan, & terutama puasa saat hendak menerima wahyu dari Allah SWT. Kemudian diikuti pula oleh kedua putranya Nabi Ismail AS & Nabi Ishaq AS.

Nabi Musa AS kemudian mewarisi tradisi berpuasa, menurut para ahli tafsir, Nabi Musa AS & kaum Yahudi telah melaksanakan puasa selama 40 hari sebagaimana disebutkan dalam Al Qur'an surat Al Baqarah ayat 40 :

يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ اذْكُرُوا نِعْمَتِيَ الَّتِي أَنْعَمْتُ عَلَيْكُمْ وَأَوْفُوا بِعَهْدِي أُوفِ بِعَهْدِكُمْ وَإِيَّايَ فَارْهَبُونِ

Artinya :
“Hai Bani Israil ingatlah akan nikmat-Ku yang telah aku anugerahkan kepadamu, dan penuhilah janjimu kepada-Ku niscaya aku penuhi janji-Ku kepadamu; dan hanya kepada-Ku-lah kamu harus takut (tunduk).”

Nabi Musa AS salah satunya berpuasa setiap tanggal 10 Muharram yang dimaksudkan sebagai ungkapan syukur atas kemenangan dari kejaran Raja Firaun & bala tentaranya. Kemudian puasa pada tanggal 10 Muharram ini dikerjakan oleh kaum Yahudi Madinah & Rasulullah SAW menegaskan umat Islam lebih berhak berpuasa 10 Muharram dari pada kaum Yahudi karena hubungan keagamaan memiliki kaitan yang lebih erat dibandingkan dengan hubungan kesukuan. Untuk itu agar ada perbedaanya dengan kaum Yahudi maka Rasulullah saw kemudian mensyariatkan puasa sunah setiap tanggal 9 & 10 bulan Muharram, selain untuk membedakan puasa kaum Yahudi juga ungkapan simbolik kemenangan kebenaran atas kebatilan.

Ibunda Nabi Isa AS (Maryam) juga melakukan puasa yang berbeda dengan para pendahulunya, yaitu dengan tidak berbicara kepada siapa pun saja untuk beberapa hari, dalam Al Qur'an surat Maryam ayat 26 disebutkan tentang hal itu :

فَكُلِي وَاشْرَبِي وَقَرِّي عَيْنًا فَإِمَّا تَرَيِنَّ مِنَ الْبَشَرِ أَحَدًا فَقُولِي إِنِّي نَذَرْتُ لِلرَّحْمَنِ صَوْمًا فَلَنْ أُكَلِّمَ الْيَوْمَ إِنْسِيًّا

Artinya :
“Maka jika kamu melihat seorang manusia, katakanlah: ‘Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusia pun pada hari ini’.”

Ke-4 riwayat di atas merupakan sejarah puasa umat yang memeluk agama samawi yang menjadi rujukan disyariatkannya puasa dalam syariat Islam. Sebelum puasa bulan Ramadhan diwajibkan, Rasululullah SAW telah memerintahkan kaum Muslimin puasa pada Hari Asyura setiap tanggal 9 & 10 bulan Muharram. Namun begitu perintah puasa bulan Ramadhan tiba, puasa Hari Asyura yang sejatinya ditambah 1 hari oleh Rasulullaah saw menjadi puasa sunah.

Adapun puasa agama ardhi (agama buatan manusia), kendatipun ada beberapa kesamaan sama sekali bukan rujukan namun mereka juga telah melakukan puasa dengan bentuk yang berbeda-beda.

Hewan & Tumbuhanpun Puasa
Hewan & tumbuhan merupakan mahkluk Allah SWT & anugerah yang terbesar yang diperuntukan untuk manusia. Ternyata bukan hanya manusia yang berpuasa, hewan pun melakukan puasa pada momen-momen tertentu hidupnya yang kadang menjadi sebuah proses transformasi pada hewan-hewan demikian juga halnya dengan tumbuh-tumbuhan juga berpuasa. Ayam betina berpuasa selama mengerami telornya, agar bisa melanjutkan keturunan. Ulat ketika ingin tampil cantik menjadi kupu-kupu maka akan puasa selama menjadi kepompong sampai pada waktunya tampil cantik menjadi kupu-kupu, & memakan sari bunga-bunga. Unta kekuatan puasa hewan padang pasir ini lebih dahsyat lagi. Ia terbiasa tidak makan minum selama berhari-hari, sambil berjalan berpanas-panas, melintasi padang pasir yang gersang. Unta menjadikan punuknya sebagai tempat penyimpan air & makanan yang ia telan.

Demikian juga dengan ular berpuasa saat ganti kulit, tidak meninggalkan tempatnya selama 1-2 pekan. Setelah tidak makan dalam kurun waktu lama ular mendapatkan kulit yang lebih baik, lebih segar & kembali bergerak lincah. Adapun tumbuhan seperti pohon angsana dan jati berpuasa ketika daun-daunannya meranggas atau berguguran di tanah. Setelah itu, kembali kuncup dengan daun yang lebih hijau. Jadi puasa pada hewan dan tumbuhan dalam rangka mempertahankan kehidupannya, merubah bentuk dan agar tampil lebih cantik.

Perintah Puasa Bagi Umat Islam
Puasa di bulan Ramadhan baru diperintahkan terhadap umat Islam pada tahun ke-2 pasca Hijrah ke Madinah. Perintah puasa di bulan Ramadhan telah diumumkan sejak bulan Syakban pada tahun tersebut. Begitu pula 1 atau 2 hari sebelum Idul Fitri pada tahun itu Rasulullah SAW memerintahkan para sahabat untuk mengeluarkan zakat fitrah. Dan pada hari Ied, Nabi & para Sahabat keluar untuk mengerjakan shalat Ied. Ketika itulah hal-hal tersebut dilakukan untuk pertama kalinya di tengah kaum Muslimin di Madinah. Sejak turunnya perintah berpuasa tersebut hingga kini umat Islam selalu melaksanakan kewajiban berpuasa, menahan lapar & dahaga serta menahan hawa nafsu, sejak terbit fajar hingga terbenam matarahari sepanjang 29 atau 30 hari bulan Ramadhan. Tidak ada yang tidak menjalankannya kecuali orang-orang yang memiliki udzur syar’i di antara mereka & orang-orang yang ada penyakit di hati sanubarinya sehingga ingkar tidak melaksanakan puasa. Ketika jiwa manusia sudah mapan dalam masalah tauhid, shalat, & perintah-perintah dalam al Quran, maka kewajiban puasa bulan Ramadhan mulai diberlakukan secara bertahap. Tingginya tingkat kesulitan dalam melaksanakan puasa menjadikan syariat ini turun belakangan setelah perintah haji, shalat & zakat. Wajar jika kemudian ayat-ayat tentang puasa Ramadhan turun secara berangsung-angsur, dalam 2 sesi:
1. Sesi pertama,yaitu dalam bentuk takhyiir (option) bahwa perintah wajib puasa bulan Ramadhan dengan pilihan. sebagaimana dijelaskan dalam Al Qur'an surat al Baqarah ayat 183-184:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ, أَيَّامًا مَعْدُودَاتٍ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ وَأَنْ تَصُومُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ

Artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa, “(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka Barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan. Maka Itulah yang lebih baik baginya dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”

Pada fase ini dimana kaum Muslimin boleh memilih antara berpuasa atau tidak berpuasa, namun mereka yang berpuasa lebih utama & yang tidak berpuasa diharuskan membayar fidyah.

Dari Salamah bin Akwa’ berkata :

كُنَّا فِى رَمَضَانَ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم مَنْ شَاءَ صَامَ وَمَنْ شَاءَ أَفْطَرَ فَافْتَدَى بِطَعَامِ مِسْكِينٍ حَتَّى أُنْزِلَتْ هَذِهِ لآيَة. فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْه

Artinya :
“Dahulu kami ketika di bulan Ramadhan pada zaman Rasulullah saw, barang siapa yang ingin berpuasa maka boleh berpuasa, & barang siapa yang ingin berbuka maka dia memberi makan seorang miskin, hingga turun ayat Allah (yang artinya); Barangsiapa yang mendapati bulan (Ramadhan) maka dia wajib berpuasa”. (HR.Bukhari: nomor 4507, dan Muslim nomor 1145)

2. Sesi edua, dalam bentuk perintah ilzaam (pengharusan) kewajiban berpuasa secara menyeluruh kepada kaum Muslimin, dalam fase ini maka seorang muslim yang terpenuhi syarat wajib puasa harus berpuasa dan tidak ada pilihan lain dengan pengecualian bagi orang-orang yang sakit dan bepergian (musafir) serta manusia usia lanjut (renta) yang tidak kuat lagi untuk berpuasa sebagaimana yang tergambar dalam Al Qur'an surat Al Baqarah ayat 185 :

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

Artinya :
“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia & penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu & pembeda (antara yang hak & yang bathil). karena itu, Barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, & Barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.”

Awal mulanya kaum Muslimin berpuasa sekitar 22-23 jam dalam 1 hari karena setelah berbuka mereka langsung berpuasa kembali setelah menunaikan shalat Isya, orang yang tidur sebelum makan (berbuka puasa) atau sudah menunaikan shalat Isya maka dia tidak boleh makan, minum, & melakukan bersetubuh hingga hari berikutnya. Namun, setelah sahabat Umar bin Khathab mengungkapkan kejadian mempergauli istrinya pada satu malam Ramadhan kepada Rasulullah saw, turunlah ayat 187 surat al Baqarah :

أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَى نِسَائِكُمْ هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ عَلِمَ اللَّهُ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَخْتَانُونَ أَنْفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنْكُمْ فَالآنَ بَاشِرُوهُنَّ وَابْتَغُوا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الأبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الأسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ وَلا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلا تَقْرَبُوهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ آيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ

Artinya :
“Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi ma’af kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan Makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, Yaitu fajar. kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri’tikaf dalam mesjid. Itulah larangan Allah, Maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa.”

Dalam ayat ini menegaskan halalnya hubungan suami-istri di malam bulan Ramadhan & ketegasan batas waktu puasa yang dimulai dari terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari. Inilah syariat puasa dalam Islam yang menyempurnakan tradisi puasa seluruh agama samawi yang ada sebelumnya.

Tradisi Puasa Umat Manusia
Ada 4 bentuk puasa yang telah dilakukan oleh umat terdahulu sampai sekarang ke umat Islam, yaitu :
1. Puasanya kaum sufi, yakni praktek puasa setiap hari dengan maksud menambah pahala;
2. Puasa dari berkata-kata, sebagaimana praktek puasa kaum Yahudi, hal mana yang telah dikisahkan Allah SWT dalam Al Quran Surat Maryam ayat 26 :

فَكُلِي وَاشْرَبِي وَقَرِّي عَيْنًا فَإِمَّا تَرَيِنَّ مِنَ الْبَشَرِ أَحَدًا فَقُولِي إِنِّي نَذَرْتُ لِلرَّحْمَنِ صَوْمًا فَلَنْ أُكَلِّمَ الْيَوْمَ إِنْسِيًّا

Artinya :
“Maka makan, minum dan bersenang hatilah kamu. jika kamu melihat seorang manusia, Maka Katakanlah: “Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan yang Maha pemurah, Maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusiapun pada hari ini”.

3. Puasa dari seluruh atau sebagian dari perbuatan (bertapa), seperti puasa yang dilakukan oleh pemeluk agama Budha & sebagian kaum Yahudi;
4. Puasa-puasa golongan lainnya yang mempunyai cara dan kriteria yang telah ditentukan oleh masing-masing kaum itu sendiri.
Sementara kewajiban puasa bagi orang beragama Islam, mempunyai aturan yang tengah-tengah yang berbeda dari puasa kaum sebelumnya baik dalam tata cara dan waktu pelaksanaannya. Tidak terlalu ketat sehingga memberatkan kaum Muslimin, juga tidak terlalu longgar sehingga mengabaikan aspek kejiwaan. Hal mana telah menunjukkan keluwesan Islam.

Hakikat Puasa Sesungguhnya
Mengetahui sejarah puasa umat terdahulu penting untuk diketahui agar kita tidak mencontoh cara puasa umat lalu, seperti umat Yahudi yang memilih waktu puasa seenaknya bukan menurut aturan Allah SWT, sebab, ibadah yang lakukan dengan kelicikan kerugiannya akan diderita oleh manusia itu sendiri.

Sebagai seorang umat Nabi Muhammad SAW harus menyadari bahwa puasa adalah ibadah yang pelaksanaannya menuntut keimanan & kesadaran (iman dan ihtisaban). Pada akhirnya puasa adalah untuk manusia itu sendiri meskipun ada hadis Qudsi yang menisbahkan puasa adalah Allah SWT. Bukankah Allah SWT menegaskan bahwa tujuan puasa adalah untuk perubahan ke arah yang lebih baik, puasa akan menjadikan manusia berubah dari tingkatkan mukmin menjadi muttaqin. Ternyata untuk bisa berubah ke arah & bentuk yang lebih baik bukan hanya manusia yang berpuasa akan tetapi sebagian hewan pun ketika bermetamorfosa atau merobah wujudnya harus melalui berpuasa seperti halnya kupu-kupu yang berubah dari ulat yang bentuk & rupanya jelek & berjalan melata kemudian menjadi kepompong menjadi seekor kupu-kupu yang bersayap & berawarna indah serta bisa terbang karena berpuasa & hanya menghisab makanan dari bunga. Menahan haus dan lapar sebulan penuh merupakan ujian yang harus dijalani saat bulan Ramadhan. Tentunya ini bukan hanya sekedar membuat kita menjadi tahu rasanya lapar & haus, melainkan membuat organ-organ yang ada di tubuh kita menjadi jauh lebih sehat. Bayangkan sama halnya dengan mesin yang terus bergerak tanpa henti-hentinya, lama-kelamaan mesin itu akan panas & daya produksinya akan menurun, tapi lain halnya jika diistirahatkan meskipun hanya sejenak akan menjadikan mesin awet dan produktif. Begitupun juga dengan sistem pencernaan dalam tubuh manusia, anggota tubuh juga membutuhkan waktu untuk beristirahat. Puasa merupakan solusi yang tepat sehingga memberikan ruang waktu untuk beristirahat bagi tubuh manusia yang ada batasnya.

Puasa bulan Ramadhan pada hakikatnya merupakan satu bentuk peperangan besar antara diri kita dan melawan hawa nafsu, ketika kita berhasil memenangkan peperangan itu, maka kita pun merayakan Hari Raya Idul Fitri tepat setelah keluar dari madrasah bulan Ramadhan. Setiap kali kita berbuka puasa tubuh kita dalam keadaan siap menerima makanan dengan rasa nikmat yang besar. Saat kita kembali kepada fitrah di penghujung bulan Ramadhan, jiwa kita semestinya juga dalam keadaan siap sepenuhnya untuk menerima curahan ilmu, iman, & rahmat dari Allah SWT, sehingga rohani kita pun bisa tumbuh sehat & naik tinggi kepada-Nya. Bukankah sejarah mencatat pada tanggal 17 bulan Ramadhan, kaum Muslimin berperang menghadapi musyrikin Makkah di Bukit Badr kemudian dikenal dengan perperangan Badar, Allah SWT memberi kemenangan besar sehingga mereka menyambut Hari Raya Idul Fitri pada tahun itu dengan 2 kemenangan. Demikian juga peristiwa penaklukkan Kota Makkah (fathul makkah), sekitar tanggal 10 Ramadhan tahun 8 Hijriah, Rasulullah SAW berangkat meninggalkan Madinah menuju Makkah bersama 10.000 tentara. Seminggu kemudian mereka memasuki Makkah dan menguasainya nyaris tanpa pertempuran. Dengan begitu, seolah-olah bulan Ramadhan menjadi pembuka & penutup terjadinya peperangan besar antara kaum Muslimin Madinah & Kaum Musyrikin Makkah pada masa itu.

Kemudian Allah SWT memerintahkan puasa berdasarakan perjalan bulan bukan matahari hakikatnya agar puasa dirasakan pada semua musim & semua kondisi. Sebab, jika puasa berdasarkan perjalan matahari, maka ibadah puasa akan selau berada dalam satu keadaan saja. Jika tahun ini puasa di mulai pada musim panas, maka selamanya puasa akan berada pada musim panas. Berbeda dengan perjalanan bulan yang selalu berubah, di mana jika tahun ini puasa dilaksanakan pada musim panas, maka tahun depan atau beberapa tahun kemudian puasa akan dilaksanakan pada musim dingin atau semi & seterusnya. Begitulah yang disebutkan Allah SWT, dalam Al Qur'an surat Al Baqarah 186 :

فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ

Artinya :
“Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu”

Berpuasa memang sangat sulit dan berat terasa, namun apakah puasa yang sulit dan berat itu kita tinggalkan begitu saja. Bukankah dengan berpuasa itu akan mendatangkan kegembiraan yaitu gembira saat berbuka dan gembira saat berjumpa dengan Allah SWT. Sebagai manusia yang menganggap dirinya mahkluk yang sempruna & terhebat, berakal bakan derajatnya lebih tinggi dari malaikat, tentunya manusia sudah selayaknya berguru pada hewan-hewan yang selama ini dianggap rendah oleh manusia. Hewan yang mempunyai keterbatasan bahkan sangat khusus dalam menjalankan puasanya sehingga mendapatkan apa yang diinginkannya. Sebagai manusia apakah kita bisa meniru keikhlasan hewan, agar kita bisa mencapai cita-cita kita. Seharusnya manusia yang dibekali akal berpuasa seperti puasanya hewan dan pohon, amalan puasa yang membuat lebih produktif bukan membuat malas. Puasa merupakan kesempatan baik untuk belajar mengenal Allah SWT lebih dekat. Hasilnya adalah amalan lebih baik, & ibadah juga semakin bagus, & menjaga kepedulian terhadap sesama ciptaan Allah SWT. Apakah puasa kita hanya sekadar menahan lapar & haus saja, emosi tinggi, & jiwanya keras, sementara kita tidak pernah belajar apa itu makna haus & lapar. Tanyakan pada ulat kenapa ia rela menahan lapar sampai ia terlihat elok seperti kupu-kupu. Berpuasa itu merupakan salah satu mekanisme alamiah untuk bisa tumbuh sehat, baik sehat fisik maupun sehat rohani. Berpuasa itu ibarat rem yang memungkinkan kita untuk beristirahat sejenak dari rutinitas yang melelahkan fisik maupun mental.

Inti dari puasa adalah imsak, yaitu menahan diri dari nafsu amarah & tercela, inilah sebenarnya makna puasa yang substansial yang seharusnya dimiliki oleh semua umat Islam bahkan semua peradaban. Kehancuran manusia salah satunya disebabkan oleh ketidakmampuannya untuk menahan diri. Puasa itu bisa menekan nafsu diri yang berlebihan. Dengan puasa kita bisa bertenggang rasa, memiliki kebersamaan & kepeduliaan dengan sesama, merasakan kondisi kelaparan yang dialami oleh orang-orang yang kurang beruntung dengan demikian kita belajar untuk berempati & berbagi dengan sesama tanpa melihat perbedaan agama sehingga kita mampu menghindari penistaan agama. Melalui hidup bersama dalam harmoni, kita akan merasakan adanya ketenangan. Berpuasa juga mendidik kita untuk jujur baik terhadap diri sendiri maupun terhadap orang lain, karena hanya kita yang mengetahui apakah kita benar-benar berpuasa atau tidak. Dan jujur itu merupakan sesuatu yang berat karena akan menampilkan manusia yang otentik. Bukankah saat sekarang berani jujur itu hebat bahkan sesautu yang amat langka. Maraknya kejahatan korupsi yang menyengsarakan kita semua adalah karena mereka yang melakukan korupsi tidak pernah berpuasa. Puasa adalah modal untuk rukun Islam berikutnya, yaitu zakat dan haji. Puasa akan berhasil kalau sudah melakukan zakat, bukan hanya zakat fitrah saja tapi juga zakat harta, sebab zakat itu adalah bentuk solidaritas. Ketika orang berpuasa, muncullah solidaritas baru. Orang yang berhaji itu bajunya adalah takwa. Takwa merupakan hasil berpuasa, karena modal utama haji adalah menahan diri untuk tidak melakukan sesuatu yang menciderai/melukai orang lain. Demikian semoga bermamfaat dan amal ibadah puasa yang kita kerjakan mampu menghantarkan kepada perubahan ke arah ketaqwaan. Aamiin YRA.

Comments

Popular posts from this blog

SEKILAS MENGENAL AKUNTANSI TERAPAN

9 TITIK TOTOK SYARAF UNTUK BERHENTI MEROKOK

LEARN ABOUT AURA