Posts

Showing posts from April, 2020

Syech Abdul Qadir Muhammad

Kalangan muslim Jawa cukup akrab dengan legenda Wali Songo. Mereka merupakan 9 orang ulama Nusantara yang menyebarkan Islam di Tanah Jawa. Sementara di Provinsi Bali, umat Islam di sana sangat akrab dengan legenda Wali Pitu. Terdapat 7 ulama yang menyebarkan Islam di Pulau Dewata tersebut, salah satunya adalah Syech Abdul Qadir Muhammad. Sebagai seorang muslim berdarah Tiongkok, Syech Abdul Qadir Muhammad memiliki nama Tiongkok, The Kwan Lie". Beliau merupakan orang Tiongkok yang memang datang ke pesisir Bali untuk syiar agama Islam mulai dari Karangasem, Buleleng, hingga Jembrana," ujar juru kunci makam Syech Abdul Qadir Muhammad, Samsul Hadi. Sayangnya, tidak ada informasi yang jelas kapan Syech Abdul Qadir Muhammad memulai dakwahnya di Bali. Samsul sendiri menerangkan terdapat banyak versi terkait hal itu. " Saya sendiri tidak diceritakan. Memang ada bukunya keluaran Rajawali yang diterbitkan ulang oleh Menara Madinah. Tapi memang versinya ada ban

Maulana Yusuf al-Baghdi al-Maghribi dan Ali bin Zaenal Abidin al-Idrus

Makam Keramat Kembar Karangasem terletak di Desa Bungaya Kangin, Kecamatan Bebandem, Kabupaten. Karangasem (Amlapura), Provinsi Bali. Makam keramat tersebut berada tidak jauh dari Jalan Raya Subangan arah ke utara, jalan tembus menuju ke Singaraja dari Desa Temukus. Dari Singaraja berjarak kurang lebih sekitar 6 - 7 km. Di dalam satu cungkup makam kembar tersebut terdapat makam tua/kuno berjajar dengan makam Ali bin Zainal Abidin al-Idrus. Menurut masyarakat, makam kuno inilah yang dikeramatkan sejak zaman dahulu. Makam ini diperkirakan berusia sekitar 350 - 400 tahun. Adapun mengenai nama, sejarah, & dari mana asalnya, tidak satu pun yang tahu, bahkan juru kuncinya pun tidak tahu. Sebagian kalangan menyebutkan bahwa makam ini adalah makam dari Syekh Maulana Yusuf al-Baghdi al-Maghribi. Pada tahun 1963M, Gunung Agung meletus & mengeluarkan lahar panas, menyemburkan batu besar & kecil serta abu yang menjulang tinggi di angkasa, menyebar ke seluruh Pula

Habib Ali bin Abu Bakar al-Hamid

Makam ini terletak di tepi pantai Desa Kusamba, Kecamatan Dawah, Kabupaten Klungkung, Bali. Makam ini sangat dikeramatkan oleh penduduk setempat, baik umat Islam maupun Hindu. Makam keramat ini terletak tidak jauh dari selat yang menghubungkan Klungkung dengan Pulau Nusa Penida. Desa Kusamba berada di jalan raya antara Klungkung & Karangasem (Amlapura), dekat dengan Goalawah. Di depan makam dibangun patung seorang tokoh berserban & berjubah menunggang kuda. Semasa hidupnya, Habib Ali bin Abu Bakar al-Hamid menjadi guru bahasa Melayu Raja Klungkung saat itu, Dalem I Dewa Agung Jambe. Waktu itu, beliau diberi seekor kuda untuk kendaraan pulang pergi antara Kusamba & Klungkung. Pada suatu hari, sewaktu Habib Ali pulang dari Klungkung & sesampainya di pantai Desa Kusamba, beliau diserang oleh sekelompok orang yang tidak dikenal dengan senjata tajam secara bertubi-tubi. Habib Ali yang masih berada di atas kudanya tewas tersungkur di tanah bermandikan

Habib Umar bin Maulana Yusuf Al-Maghribi.

Image
Makam keramat ini milik Habib Umar bin Yusuf al-Maghribi. Lokasi makamnya di tengah area hutan cagar alam "kebun Raya Bedugul" milik Perhutani Provinsi Bali di atas bukit Bedugul, Kabupaten Tabanan, Bali, melalui jalan setapak.  Untuk pergi ke sana, peziarah harus jalan kaki melewati semak-semak di tengah hutan cagar alam tersebut, sehigga perlu membawa kapak, parang, sabit & sejenisnya untuk membuat jalan setapak agar dapat mencapai tujuan. Di lokasi ini terdapat 2 makam yang menempati tanah seluas 4 x 4 M, terdiri dari makamnya Habib Umar & makam pengikutnya. Mengingat lokasinya yang agak jauh di atas bukit, para peziarah biasanya tidak langsung ke sana, tetapi cukup kirim doa & Tahlilan di Masjid Besar Al-Hidayah, yang berlokasi  +   200m arah barat daya lokasi Wisata Danau Beratan desa Candikuning Bedugul. Karomah Habib Umar bin Maulana Yusuf Al-Maghribi . Pada suatu hari, beberapa orang penduduk kampung Bedugul bersama-sama deng

Habib Ali bin Umar bin Abubakar Bafaqih Jembrana

Image
Jika di tanah pulau Jawa terkenal dengan adanya Wali Songo maka di pulau Bali juga terdapat  Wali Pitu (tujuh wali), yang terdiri dari Mas Sepuh Raden Raden Amangkuningrat Badung, Habib Umar bin Maulana Yusuf al-Maghribi Tabanan, Habib Ali bin Abubakar bin Umar bin Abubakar al-Hamid Klungkung, Habib Ali Zaenal Abidin Alaydrus Karangasem, Syaikh Maulana Yusuf al-Baghdadi al-Maghribi Karangasem, The Kwan Lie Buleleng & Habib Ali bin Umar bin Abubakar Bafaqih Jembrana. Nama terakhir, Habib Ali Bafaqih Jembrana, adalah salah satu guru utama Maulana Habib Luthfi Bin Yahya Pekalongan. Habib Ali Bafaqih dilahirkan dari pasangan Habib Umar dan Syarifah Nur, pada tahun 1890 di Banyuwangi. Selain mendalami ilmu al-Quran di waktu mudanya beliau dikenal sebagai pendekar silat yang sangat tangguh. Menjelang usia 20 tahun, sekitar tahun 1910, Habib Ali pergi ke tanah suci Makkah untuk memperdalam ilmu agamanya. Keberangkatan ke Makkah ini atas hadiah dari Haji Sanusi, ulama terkemuk

Keramat Pemecutan (Dewi Khodijah)

Makam Dewi Khodijah terkenal dengan Keramat Pemecutan . Makam ini terletak di Jalan Batukaru arah ke Perumnas Monang Maning Denpasar. Dewi Khodijah ini adalah nama setelah beliau berikrar masuk agama Islam. Nama aslinya adalah Ratu Ayu Anak Agung Rai . Beliau adalah adik Raja Pemecutan Cokorda III yang bergelar Bathara Sakti yang memerintah sekitar tahun 1653 M. Pada waktu Raja Pamecutan tengah berperang, salah seorang prajurit dapat menahan seorang pengelana di Desa Tuban, Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung, Bali. Orang yang ditahan tersebut diduga menjadi telik sandi atau mata-mata musuh. Ia lalu dihadapkan kepada Raja Pamecutan untuk diusut. Akhirnya diketahui bahwa dia adalah seorang senopati dari Mataram yang sedang berlayar menuju Ampenan, Lombok, namun perahu yang ditumpanginya diserang badai dahsyat yang membuat senopati Mataram tersebut terdampar di pantai selatan Desa Tuban. Beliau bernama Pangeran Mas Raden Ngabei Sosrodiningrat, sedangkan para pengiring a

Pangeran Mas Sepuh

Pangeran Mas Sepuh merupakan gelar. Nama sebenarnya adalah Raden Amangkuningrat , yang terkenal dengan nama Keramat Pantai Seseh . Ia merupakan Putra Raja Mengwi I yang beragama Hindu dan ibunya berasal dari Blambangan (Jatim) yang beragama Islam. Sewaktu kecil, beliau sudah berpisah dengan ayahandanya dan diasuh oleh ibundanya di Blambangan.  Setelah dewasa, Pangeran Mas Sepuh menanyakan kepada ibunya tentang ayahandanya itu. Setelah Pangeran Mas Sepuh mengetahui jati dirinya, ia memohon izin pada ibunya untuk mencari ayah kandungnya, dengan niat akan mengabdikan diri. Semula, sang ibu keberatan, namun akhirnya diizinkan juga Pangeran Mas Sepuh untuk berangkat ke Bali dengan diiringi oleh beberapa punggawa kerajaan sebagai pengawal dan dibekali sebilah keris pusaka yang berasal dari Kerajaan Mengwi. Setelah bertemu dengan ayahnya, terjadilah kesalahpahaman karena baru sekali ini mereka berdua bertemu. Akhirnya, Pangeran Mas Sepuh beranjak pulang ke Blambangan

Wali Pitu

Ada beberapa informasi yang menyatakan bahwa Islam sudah masuk ke Pulau Bali pada sekitar abad ke-15M. Hal ini dibuktikan pada saat Dalem Ketut Ngelesir menjabat sebagai Raja Gelgel pertama (1380—1460 M) & mengadakan kunjungan ke keraton Majapahit. Saat itu, Raja Hayam Wuruk mengadakan pertemuan kerajaan seluruh Nusantara. Setelah acara tersebut selesai, Dalem Ketut Ngelesir pulang ke negerinya (Bali) dengan diantar oleh 40 orang dari Kerajaan Majapahit sebagai pengiring, yang konon diantara mereka terdapat Raden Modin & Kiai Abdul Jalil. Peristiwa ini dijadikan patokan masuknya Islam di Pulau Dewata Bali yang berpusat di kerajaan Gelgel. Sejak itu, agama Islam mulai berkembang di Bali & terus demikian hingga saat ini. Demikian juga terdapat makam para Da’i, ulama & pemuka Islam yang pada masa hidupnya dikaruniai Allah SWT karomah, sehingga makam-makam mereka juga dihormati oleh ummat Islam khususnya maupun juga orang-orang Bali yang mayoritas beragama Hindu. Dari sekia

Berandal Lokajaya, Syekh Malaya, Pangeran Tuban, dan Raden Abdurrahman (Sunan Kalijaga)

Sunan Kalijaga adalah salah satu tokoh dari Walisongo yang sangat berpengaruh dalam penyebaran Agama Islam di tanah Jawa. Ilmu Sunan Kalijaga dapat dibilang cukup tinggi, sehingga beliau dapat menyebar luaskan Islam di Pulau Jawa. Hal itu membuat makam Sunan Kalijaga yang berada di Demak masih ramai didatangi para peziarah. Nama kecil Sunan Kalijaga adalah Raden Said & diperkirakan lahir pada tahun 1450. Beliau adalah anak dari Adipati Tuban yaitu Tumenggung Wilatikta atau lebih dikenal dengan Raden Sahur. Sunan Kalijaga mempunyai beberapa nama lain yaitu Lokajaya, Syekh Malaya, Pangeran Tuban & Raden Abdurrahman. Asal-usul nama Kalijaga ini menurut masyarakat Cirebon berasal dari Desa Kalijaga di Cirebon. Pada saat beliau tinggal di sana, beliau sering berdiam diri di sungai atau dalam bahasa jawa adalah jogo kali. Untuk lebih lengkapnya, berikut adalah penjelasan tentang sejarah Sunan Kalijaga. Sejarah Sunan Kalijaga Sebelum Menjadi Walisongo Sebelum menjadi Walisongo,

Sayyid Ja’far Shadiq Azmatkhan (Sunan Kudus)

Nama Walisongo sudah tidak asing lagi di benak kita, seorang wali yang menjadi sahabat Allah dan diberi amanah mengajarkan Islam kepada masyarakat. Mereka sangat berperan penting dalam perkembangan dan penyebaran agama Islam di Indonesia khususnya Pulau Jawa. Sayyid Ja’far Shadiq Azmatkhan atau lebih dikenal dengan nama Sunan Kudus misalnya. Beliau terkenal dalam mengajarkan ilmu fiqih, sehingga menjadi salah satu anggota Walisongo yang terkenal sebagai wali ilmu. Tidak hanya itu, Sunan Kudus juga menjadi imam syiah yang ke enam. Tokoh yang sangat disegani masyarakat karena ajarannya dalam menyampaikan ilmu agama Islam. Sampai dengan sekarang nama Sunan ini dikenal masyarakat dan peninggalannya masih dilestarikan. Untuk mengenal lebih banyak lagi, berikut akan dibahas mengenai Sunan Kudus. Riwayat Hidup Sunan Kudus Sayyid Ja’far Shadiq Azmatkhan lahir pada tanggal 9 September 1400 M/808 H diPalestina. Anak dari Raden Usman Hajji atau yang dikenal dengan sebutan Sunan Ngudung, seorang

Raden Parwoto atau Raden Umar Said (Sunan Muria)

Walisongo merupakan panggilan bagi wali Allah yang memperkenalkan dan menyebarkan agama Islam kepada masayarakat Hindu & Budha di Nusantara pada waktu itu. Walisongo terkenal dengan cara dakwahnya yang lembut & menyentuh hati seseorang sehingga agama yang meresap dalam diri seseorang tersebut dari hati ke hati & tidak menimbulkan perpecahan. Walisongo yang berjumlah 9 ini sangat berjasa dalam rangka syiar dan menyebarkan agama islam di Nusantara ini.Kegigihan mereka dalam syiar islam sangat luar biasa. Mereka tanpa pamrih & ikhlas dalam mendidik dan mengajari warga masyarakat pada waktu itu. Salah satu anggota Walisongo adalah sunan Muria. Beliau sangat berjasa menyebarkan islam di daerah gunung Muria yaitu di daerah Kudus Jawa Tengah. Sunan Muria adalah anggota termuda dari Walisongo. Beliau adalah putra dari Sunan Kalijaga. Untuk itu cara berdakwahnya mirip dengan ayahnya yaitu melalui kesenian. Sunan Muria merupakan salah satu Sunan yang memiliki kesaktian dan kekua

Raden Qosim (Sunan Drajat)

Raden Qosim atau Sunan Drajat merupakan putra kedua dari Sunan Ampel, dan juga termasuk dalam anggota Walisongo yang sangat berpengaruh di pulau Jawa. Beliau merupakan wali Allah yang sangat berjiwa sosial dan bijaksana, terutama dalam mensejahterakan ekonomi dan mengentaskan kemiskinan di sekitar Paciran. Selain itu beliau juga ahli dalam bidang kesenian dan merupakan pelopor dari terciptanya melodi orkestra gamelan Jawa. Biografi Sunan Drajat Menurut buku-buku sejarah walisongo, nama asli Sunan Drajat yaitu Raden Qosim. Beliau lahir sekitar tahun 1470 M, & merupakan putra dari Sunan Ampel bersama Nyai Ageng Manila atau Dewi Condrowati. Sunan Drajat merupakan anak ke-2 dari 5 bersaudara, bersama dengan Sunan Bonang, Siti Muntisiyah (istri dari Sunan Giri), Nyai Ageng Maloka (istri dari Raden Patah), & istri dari Sunan Kalijaga. Dari silsilah Sunan Ampel, maka Sunan Drajat termasuk cucu dari Syekh Maulana Malik Ibrahim, seorang perintis & pelopor pertama yang membawa ajar

Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati)

Di Indonesia terkenal dengan sebuah utusan atau waliyullah sebagai sunan yang biasa disebut dengan walisongo. Terdapat 9 sunan atau wali yang tersebar di beberapa daerah, salah satunya adalah Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati . Salah satu dari tokoh Walisongo ini berasal dari Kasultanan Cirebon atau yang lebih dikenal sebagai Gunung Sembung Gunung Jati, Cirebon. Kisah Sunan Gunung Jati ini identik dengan perjalanannya dalam mensyiarkan agama islam ke berbagai daerah dan negara. Selain itu, kisah cintanya dengan seorang gadis Cina juga membuat ceritanya kental akan budaya islam Cina pada kala itu. Sunan Gunung Jati dikenal sebagai pribadi yang taat & mempunyai berbagai kemampuan terutama dalam bidang agama dan religi. Namanya pun seakan menjadi tonggak sejarah dengan diabadikan sebagai salah satu nama universitas islam di daerah Tangerang, Banten yakni Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Sedangkan nama sunan Gunung Jati diabadikan sebagai nama sebuah universitas

Raden Makhdum Ibrahim (Sunan Bonang)

Raden Makhdum Ibrahim atau yang lebih dikenal sebagai Sunan Bonang, merupakan salah satu dari 9 wali yang berperan dalam menyiarkan agama Islam di negara Indonesia. Sunan Bonang sendiri merupakan putra pertama dari Sunan Ampel (Surabaya). Beliau juga merupakan seorang guru sekaligus imam besar yang sangat terkenal & dihormati di pulau Jawa. Dan sebagai seorang waliyullah, sunan Bonang banyak dianugerahi dengan ilmu yang sangat tinggi. Beberapa sumber menyebutkan bahwa Sunan Bonang lahir sekitar 1465 M. Beliau merupakan putra dari Sunan Ampel & Dewi Condrowati, atau yang biasa disebut Nyai Ageng Manila. Maka dari itu, Sunan Bonang juga merupakan cucu dari Syekh Maulana Malik Ibrahim, yang jika diteruskan akan bertemu dengan silsilah Nabi Muhammad SAW. Sedangkan ibunya, merupakan putri dari seorang adipati Tuban yakni Aryo Tejo. Nama asli Sunan Bonang yaitu Syekh Maulana Makdum Ibrahim atau Raden Makdum Ibrahim. Beliau juga merupakan kakak dari Raden Qosim atau yang dikenal seba