Keramat Pemecutan (Dewi Khodijah)
Makam
Dewi Khodijah terkenal dengan Keramat Pemecutan. Makam ini terletak di
Jalan Batukaru arah ke Perumnas Monang Maning Denpasar. Dewi
Khodijah ini adalah nama setelah beliau berikrar masuk agama Islam.
Nama aslinya adalah Ratu Ayu Anak Agung Rai. Beliau adalah adik Raja
Pemecutan Cokorda III yang bergelar Bathara Sakti yang memerintah
sekitar tahun 1653 M.
Pada
waktu Raja Pamecutan tengah berperang, salah seorang prajurit dapat
menahan seorang pengelana di Desa Tuban, Kecamatan Kuta, Kabupaten
Badung, Bali. Orang yang ditahan tersebut diduga menjadi telik sandi
atau mata-mata musuh. Ia lalu dihadapkan kepada Raja Pamecutan untuk
diusut. Akhirnya diketahui bahwa dia adalah seorang senopati dari
Mataram yang sedang berlayar menuju Ampenan, Lombok, namun perahu yang
ditumpanginya diserang badai dahsyat yang membuat senopati Mataram
tersebut terdampar di pantai selatan Desa Tuban. Beliau bernama Pangeran
Mas Raden Ngabei Sosrodiningrat, sedangkan para pengiring atau
punggawanya sebanyak 11 orang tiada kabar beritanya.
Setelah
diketahui bahwa tawanan tersebut adalah seorang senopati dari Mataram,
Raja Pamecutan meminta kesediaannya untuk memimpin prajurit yang sedang
berperang. Raja Pamecutan menjanjikan, apabila perang telah usai & kemenangan diraihnya, Pangeran Sosrodiningrat akan dinikahkan dengan
adik Raja Pamecutan. Akhirnya Pangeran Sosrodiningrat bersedia membantu
untuk memperkuat pasukan yang ada di medan perang tanpa memikirkan janji
raja. Dia malah berpikir apakah mungkin dapat menikah dengan seorang
putri yang beragama Hindu, sedangkan dirinya beragama Islam. Setelah
perang tersebut dimenangkan oleh pasukan Kerajaan Pamecutan, Pangeran
Sosrodiningrat menikah dengan Ratu Ayu Anak Agung Rai (Dewi Khodijah).
Setelah dipersunting oleh Mas Raden Ngabei Sosrodiningrat, Ratu Ayu Anak
Agung Rai memeluk Islam & bersungguh-sungguh menekuni & melaksanakan ajarannya.
Setelah
beberapa tahun, musibah datang menimpanya. Pada suatu malam yang gelap,
sewaktu Dewi Khodijah mengerjakan shalat malam di kamar yang pintunya
terbuka, secara tidak sengaja ia terlihat oleh punggawa raja yang sedang
berjaga & terdengar suara takbir “Allahu Akbar”. Yang didengar oleh
punggawa bukanlah kalimat “Allahu Akbar”, melainkan “makeber” yang dalam
bahasa Bali berarti “terbang”. Sang punggawa memperhatikan semua
gerakan shalat yang dilakukan oleh Dewi Khodijah yang dinilai olehnya
sebagai pekerjaan leak (orang jadi-jadian yang berbuat jahat). Sang
punggawa langsung melaporkan kepada raja tentang keberadaan leak di
kamar keputren. Raja akhirnya memerintahkan beberapa punggawa untuk
mendatanginya. Saat melihat Dewi Khodijah sedang sujud, tanpa memikirkan
risiko, para punggawa menyerbu dengan senjata terhunus &
menghujamkannya ke punggung Dewi Khodijah. Darah segar tersembur ke atas
dari punggung Dewi Khodijah yang terkena ujung tombak. Bersamaan dengan
itu, terjadilah keanehan yang luar biasa, darah segar Dewi Khodijah
yang keluar dari punggungnya mengeluarkan cahaya terang kebiru-biruan & dapat menembus dinding atap atas hingga keluar memenuhi udara &
memancarkan sinar yang menerangi istana Pamecutan. Seluruh kota Denpasar
bahkan menjadi terang-benderang seperti siang hari. Semua penduduk
terutama keluarga istana sangat terkejut, termasuk Raja Pamecutan.
Bersamaan dengan itu, para punggawa melaporkan bahwa yang dibunuh
bukan leak, melainkan orang biasa & mengeluarkan darah. Saat itu,
terdengar jeritan dengan ucapan “Allahu Akbar” hingga tiga kali. Jenazah
Dewi Khodijah yang tertelungkup dengan tombak terhujam di punggungnya
sulit diangkat & dibujurkan. Tubuhnya bermandikan darah yang sudah
membeku. Keluarga kerajaan yang ingin menolong mengangkatnya tidak dapat
berbuat apa-apa. Jenazahnya tetap sujud tidak berubah. Baginda mencari
bantuan kepada umat Islam yang ada di sana agar mau merawat jenazah
adiknya menurut cara Islam. Umat Islam lalu segera membantu merawat
jenazah, mulai dari memandikan, mengafani, menshalati, sampai
memakamkannya & semuanya berjalan lancar.
Meski demikian, 1 hal
yang tak dapat diatasi yaitu batang tombak yang menghujam di punggungnya
tidak dapat dicabut. Akhirnya, atas keputusan semua pihak, jenazah
dimakamkan bersama tombak yang masih berada di punggungnya. Anehnya,
batang tombak yang terbuat dari kayu itu bersemi & hidup sampai
sekarang. Hal tersebut dapat dibuktikan apabila kamu berkunjung ke makam
Dewi Khodijah.
Comments
Post a Comment