Malik Bin Dinar

Nama aslinya adalah Abu Yahya, Malik bin Dinar al-Bashri. Ia lahir di Bashrah & merupakan generasi ke-5 dari golongan tabi’in. Ia adalah anak dari seorang budak Persia yang menjadi murid Hasan al-Bashri. Ia meninggal di Bashrah pada 131 H.

‘Abdullah bin Ahmad bin Quddamah al-Maqdisi dalam al-Tawwabin mengisahkan bahwa dulunya, Malik bin Dinar adalah seorang preman yang suka mabuk-mabukan, berbuat zalim, memakan riba, dll. Hingga pada akhirnya ia bertaubat & kembali kepada Allah SWT. Ia pernah ditanya mengenai kisah pertaubatannya. Ia menuturkan, “Dulu aku adalah seorang polisi yang suka mabuk-mabukkan. Aku lalu membeli seorang budak perempuan cantik yang melahirkan anak perempuan yang sangat aku cintai. Ketika ia sudah dapat merangkak, aku semakin mencintainya. Setiap aku meletakkan minuman keras di hadapanku, ia mendatangiku, lalu menumpahkan minuman keras dariku. Ketika sudah genap 2 tahun, ia meninggal dunia, sehingga aku merasa berduka atas kepergiannya.

Pada malam Nishfu Sya’ban, yaitu malam Jum’at, semalaman aku mabuk & tidak mengerjakan shalat isya’. Kemudian ia bermimpi seakan-akan kiamat telah tiba, sangkakala ditiup, kuburan mengeluarkan isinya, seluruh makhluk telah dikumpulkan, & aku berada di antara mereka. Aku mendengar suara dari belakangku, lalu aku menoleh & melihat ular besar yang berwarna hitam kebiruan mengejarkau dengan mulut terbuka. Aku lari terbirit-birit karena ketakutan. Lalu aku bertemu dengan seorang syaikh yang berpakaian bersih dengan bau yang sangat harum. Aku mengucapkan salam padanya, dan ia pun menjawab salamku.

Aku berkata kepadanya, “Wahai syaikh, selamatkan aku dari ular itu, semoga Allah SWT menyelamatkanmu”. Syaikh itu menangis & berkata, “Aku lemah, sementara ia lebih kuat dariku. Aku tidak mampu melawannya. Cepatlah pergi, semoga Allah SWT menyelamatkanmu dari ular itu. Aku terus berlari, lalu naik di atas tebing dari tebing-tebing kiamat, aku mendekati kobaran api neraka. Aku melihat teror di dalamnya, & hampir saja aku terjatuh karena takut akan kejaran ular itu. Tiba-tiba ada suara teriakan, “Kembalilah, kamu bukan termasuk penghuni neraka”. Aku merasa tenang dengan kata-katanya, & aku pun kembali.

Ular itu terus mengejarku. Aku mendatangi syaikh itu kembali & berkata kepadanya, “Wahai syaikh, aku memohon padamu agar menyelamatkanku dari ular itu, namun engkau tidak melakukannya”. Syaikh itu menangis lalu berkata kepadaku, “Aku lemah, tapi pergilah ke gunung itu, karena di dalamnya ada simpanan orsng-orang Islam. Jika engkau memiliki simpanan di dalam gunung itu, ia akan menyelamatkanmu”. Aku melihat gunung bulat yang terbuat dari perak, ada kubah di atas lembah permata & tirai-tirai yang bergelentungan. Setiap kubah memiliki 2 pintu yang berwarna merah keemasan bertaburan zamrud & mutiara, setiap pintu terdapat tirai-tirai dari sutera bergantungan.

Ketika aku melihat gunung itu, aku berlari & ular itu tetap terus mengejarku. Dan ketika aku mendekati gunung itu, salah satu malaikat berteriak, “Angkatlah tirai-tirai itu, bukalah pintu-pintu, & hati-hatilah. Mudah-mudahan orang malang ini memiliki simpanan yang dapat menyelamatkan dia dari musuhnya. Tirai-tirai itu diangkat, pintu-pintu dibuka, & tiba-tiba dari dalam tempat itu muncul anak-anak yang wajahnya bersinar seperti bulan purnama, namun ular itu terus mengejarku & hampir saja aku putus asa.

Di antara anak-anak itu ada yang berteriak, “Celaka engkau. Kemarilah & mendekatlah kalian semua. Musuhnya sudah dekat dengannnya”. Anak-anak itu kemudian keluar satu demi satu, & aku melihat putriku yang sudah meninggal dunia 2 tahun yang lalu. Anakku mendekatiku, & ketika melihatku ia menangis & berkata, “Ayah, demi Allah”. Ia kemudian melompat ke dalam kereta cahaya yang kecepatannya seperti anak panah. Ia meletakkan tangan kirinya di atas tangan kananku, & aku berpegangan tangannya. Lalu ia mengulurkan tangan kanannya ke arah ular itu, & ular itu pun lari. Ia kemudian mengajakku duduk, & anakku duduk di atas pangkuanku, & ia mulai membelai jenggotku seraya berkata, “Ayah, belumkah tiba waktunya bagi orang-orang yang beriman untuk tunduk mengingat Allah SWT”. Aku menangis, lalu aku berkata kepada anakku, “Anakku, kalian memahami al-Qur’an?”. Annaku menjawab, “Ayah, kami lebih memahaminya lebih baik darimu”.

Beritahu aku tentang ular yang ingin membunuhku!. Ia menjawab, “Ia adalah amal burukmu yang kemudian menjadi kuat & akan melemparkanmu ke neraka”. “Lalu siapa syaikh yang aku temuai di jalan itu”, tanyaku kepada anak perempuanku kembali. “Ia adalah amal baikmu yang menjadi lemah, sehingga ia tidak dapat membantu menyelamatkanmu dari amal burukmu. Aku bertanya lagi, “Apa yang kalian lakukan di gunung itu?”. Ia menjawab, “Kami adalah anak-anak orang Islam. Kami tinggal di sini sampai hari kiamat tiba. Kami menunggu kedatangan kalian & akan memohonkan syafa’at kepada kalian.” Aku lalu terbangun ketika fajar telah terbit. Aku menumpahkan minuman kerasku, memecahkan botolnya, & bertaubat kepada Allah SWT.
 
Demikianlah kisah pertaubatan Malik bin Dinar, hingga kemudian ia menjadi wali Allah, golongan tabi’in yang ahli hadits

Comments

Popular posts from this blog

SEKILAS MENGENAL AKUNTANSI TERAPAN

9 TITIK TOTOK SYARAF UNTUK BERHENTI MEROKOK

LEARN ABOUT AURA