Barang Bukti
a. benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang
seluruh atau sebagian diduga diperoleh dari tindakan pidana atau sebagai hasil
dari tindak pidana;
b. benda yang telah dipergunakan secara langsung
untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya;
c. benda yang digunakan untuk menghalang-halangi
penyelidikan tindak pidana;
d. benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan
melakukan tindak pidana;
e. benda lain yang mempunyai hubungan langsung
dengan tindak pidana yang dilakukan,
Sehingga atas penjelasan tersebut diatas dengan kata lain benda-benda
yang dapat disita seperti yang disebutkan dalam Pasal 39 ayat (1) KUHAP dapat kita
sebut sebagai barang bukti (Ratna Nurul Afiah, Barang Bukti Dalam Proses
Pidana, hal. 14).
Pada Hetterziene in Landcsh Regerment (”HIR”) juga terdapat penjelasan mengenai barang bukti. Ps. 42 HIR disebutkan bahwa para pegawai, pejabat atau pun orang-orang berwenang diharuskan mencari kejahatan dan pelanggaran kemudian selanjutnya mencari dan merampas barang-barang yang dipakai untuk melakukan suatu kejahatan serta barang-barang yang didapatkan dari sebuah kejahatan.
Penjelasan Pasal 42 HIR menyebutkan :
barang-barang yang perlu di-beslag (sita/penyitaan istilah Bahasa
Belanda) di antaranya:
a. Barang-barang yang menjadi sasaran tindak pidana (corpora delicti). Menurut Martiman Prodjohamidjojo, barang bukti atau corpus delicti adalah barang bukti kejahatan.
b. Barang-barang yang terjadi sebagai hasil dari
tindak pidana (corpora delicti)
c. Barang-barang yang dipergunakan untuk melakukan
tindak pidana (instrumenta delicti)
d. Barang-barang yang pada umumnya dapat
dipergunakan untuk memberatkan atau meringankan kesalahan terdakwa (corpora
delicti)
Pengertian barang bukti juga dikemukakan oleh Prof. Andi Hamzah yang mengatakan, barang bukti dalam perkara pidana adalah barang bukti mengenai mana delik tersebut dilakukan (objek delik) dan barang dengan mana delik dilakukan (alat yang dipakai untuk melakukan delik), termasuk juga barang yang merupakan hasil dari suatu delik (Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, hal. 254).
Ciri-ciri benda yang dapat menjadi barang bukti :
a. Merupakan objek materiil
b. Berbicara untuk diri sendiri
c. Sarana pembuktian yang paling bernilai
dibandingkan sarana pembuktian lainnya
d. Harus diidentifikasi dengan keterangan saksi dan
keterangan terdakwa
Merujuk Ps. 181 KUHAP majelis hakim wajib memperlihatkan kepada terdakwa segala barang bukti dan menanyakan kepadanya apakah ia mengenali barang bukti terebut. Jika dianggap perlu, hakim sidang memperlihatkan barang bukti tersebut.
Ansori Hasibuan berpendapat barang bukti ialah barang yang digunakan oleh terdakwa untuk melakukan suatu delik atau sebagai hasil suatu delik, disita oleh penyidik untuk digunakan sebagai barang bukti pengadilan. Jadi, dari pendapat beberapa Sarjana Hukum di atas dapat disimpulkan bahwa yang disebut dengan barang bukti adalah :
a. Barang yang dipergunakan untuk melakukan tindak
pidana
b. Barang yang dipergunakan untuk membantu
melakukan suatu tindak pidana
c. Benda yang menjadi tujuan dari dilakukannya
suatu tindak pidana
d. Benda yang dihasilkan dari suatu tindak pidana
e. Benda tersebut dapat memberikan suatu keterangan
bagi penyelidikan tindak pidana tersebut, baik berupa gambar ataupun berupa
rekaman suara
f. Barang bukti yang merupakan penunjang alat bukti
mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam suatu perkara pidana.
Namun, kehadiran suatu barang bukti tidak mutlak dalam suatu perkara pidana, karena ada beberapa tindak pidana yang dalam proses pembuktiannya tidak memerlukan barang bukti, salah satunya seperti tindak pidana penghinaan secara lisan (Pasal 310 ayat [1] KUHP) (Ratna Nurul Afiah, Barang Bukti, hal.19).
Comments
Post a Comment