Alur Persidangan

Masyarakat awam kebanyakan belum mengerti dan memahami mengenai tahap-tahap persidangan yang dilaksanakan di Pengadilan. Secara singkat alur Proses Persidangan Pidana adalah sebagai berikut:
  1. Sidang dinyatakan dibuka dan terbuka untuk umum (kecuali perkara tertentu dinyatakan tertutup untuk umum). Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 153 ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”) : “Untuk keperluan pemeriksaan hakim ketua sidang membuka sidang dan menyatakan terbuka untuk umum kecuali dalam perkara mengenai kesusilaan atau terdakwanya anak-anak.”
  2. Jaksa Penuntut Umum (JPU) diperintahkan untuk menghadapkan terdakwa ke depan persidangan dalam keadaan bebas;
  3. Terdakwa ditanyakan identitasnya dan ditanya apakah sudah menerima salinan surat dakwaan
  4. Terdakwa ditanya pula apakah dalam keadaan sehat dan bersedia untuk diperiksa di depan persidangan (kalau bersedia sidang dilanjutkan);
  5. Terdakwa ditanyakan apakah akan didampingi oleh PH (apabila didampingi apakah akan membawa sendiri, kalau tidak membawa sendiri akan ditunjuk PH oleh Majelis Hakim dalam hal terdakwa diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih. Hal ini diatur pada pasal 56 KUHAP ayat (1);
  6. Dilanjutkan pembacaan surat dakwaan;
  7. Atas pembacaan surat dakwaan tadi terdakwa ditanya akan mengajukan eksepsi atau tidak. Menurut Yahya Harahap (hal. 418) : Eksepsi secara umum berarti pengecualian, akan tetapi dalam konteks hukum acara, bermakna tangkisan atau bantahan yang ditujukan kepada hal-hal yang menyangkut syarat-syarat atau formalitas gugatan yang mengakibatkan gugatan tidak dapat diterima. Tujuan pokok pengajuan eksepsi yaitu agar proses pemeriksaan dapat berakhir tanpa lebih lanjut memeriksa pokok perkara. Eksepsi diatur dalam Pasal 136
  8. Dalam hal terdakwa/PH mengajukan eksepsi maka diberi kesempatan dan sidang ditunda;
  9. Apabila ada eksepsi dilanjutkan tanggapan JPU atas eksepsi (replik). Replik adalah jawaban balasan yang disampaikan oleh Penggugat atas jawaban Tergugat dalam persidangan perkara perdata. Replik biasanya berisi dalil-dalil atau hal-hal tambahan untuk menguatkan dalil-dalil gugatan penggugat. Penggugat dalam replik nya dapat mengemukakan sumber-sumber dari kepustakaan, doktrin, kebiasaan, dan jurisprudensi
  10. Selanjutnya dibacakan putusan sela oleh Majelis Hakim. Putusan sela merupakan putusan yang belum menyinggung mengenai pokok perkara yang terdapat didalam suatu dakwaan. Dalam hal ini berkaitan dengan suatu peristiwa apabila terdakwa atau penasihat hukum mengajukan suatu keberatan bahwa pengadilan tidak berwenang mengadili perkaranya atau dakwaan tidak dapat diterima atau surat dakwaan harus dibatalkan. Dalam hukum acara pidana perihal mengenai putusan sela ini dapat disimpulkan dari Pasal 156 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
  11. Apabila eksepsi ditolak dilanjutkan pemeriksaan pokok perkara (pembuktian)
  12. Pemeriksaan saksi-saksi yang diajukan oleh JPU (dimulai dari saksi korban);
  13. Dilanjutkan saksi lainnya;
  14. Apabila ada saksi yang meringankan diperiksa pula, saksi ahli Witness/expert)
  15. Pemeriksaan terhadap terdakwa;
  16. Surat tuntutan pidana (requisitor) oleh penuntut umum. Secara sederhana surat dakwaan adalah surat atau akta yang memuat rumusan tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa yang disimpulkan dan ditarik dari hasil pemeriksaan penyidikan, dan merupakan dasar serta landasan bagi hakim dalam pemeriksaan di muka sidang pengadilan. Berdasarkan pengertian tersebut, maka surat dakwaan sebagai dasar pemeriksaan di depan sidang pengadilan mempunyai fungsi sebagai berikut: (1) Bagi JPU dalam upaya mengajukan dan mengungkapkan pembuktian serta menyusun Naskah/Surat Tuntutan (Requisitor) dan replik, demikian pula dalam melakukan upaya hukum tidak boleh menyimpang dan harus selalu didasarkan pada surat dakwaan; (2) Bagi Terdakwa/Advokat/PH dalam melakukan eksepsi dan pembelaan (pleidoi) serta duplik dan upaya hukum tidak boleh menyimpang dan harus selalu didasarkan pada Surat Dakwaan; dan (3) Bagi Pengadilan/Majelis Hakim dalam upaya mengadili membuktikan kesalahan terdakwa serta dalam bermusyarawarah, untuk menjatuhkan putusannya tidak boleh menyimpang dan harus didasarkan pada Surat Dakwaan
  17. Pembelaan (pledoi) oleh Penasehat hukum. Pledoi dalam UU No.8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP
    ”)
     dikenal dengan istilah pembelaan. Tuntutan pidana yang diajukan penuntut umum maupun pembelaan yang diajukan terdakwa atau penasihat hukum pada hakikatnya merupakan “dialogis jawab-menjawab terakhir” dalam proses pemeriksaan.
  18. Replik atau Tanggapan penuntut umum atas nota pembelaan penasehat hukum terdakwa
  19. Duplik atau Tanggapan penasehat hukum terdakwa atas tanggapan penuntut umum;
  20. Putusan oleh Majelis Hakim.
Demikian alur proses persidangan pidana yang disarikan dan disimpulkan dari Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana.
 

Comments

Popular posts from this blog

SEKILAS MENGENAL AKUNTANSI TERAPAN

9 TITIK TOTOK SYARAF UNTUK BERHENTI MEROKOK

LEARN ABOUT AURA