Interogasi Intelijen Dengan Teknik “Scharff”
Teknik Scharff adalah sebuah metode
intelijen untuk mendapatkan informasi dari sumber sel kecil. Mengumpulkan informasi
relevan dari “sumber” tentu sangat penting, baik mencegah maupun penyelidikan
suatu kejahatan. Tujuan dari teknik ini adalah mengidentifikasi strategi yang
efektif secara etis & taktik mengumpulkan informasi yang akurat, relevan &
“current”. Untuk mencapai tujuan tidak cukup dengan menguji teknik di
laboratorium saja, tetapi juga mempelajari apakah teknik berbasis bukti ini
dapat diajarkan kepada praktisi di lapangan agar mampu menghasilkan lebih
banyak pewawancara (interogator) yang efektif.
Teknik Scharff didasarkan pada taktik yang digunakan interogator Perang
Dunia II Jerman yang terkenal yaitu Hanns-Joachim Gottlob Scharff atau dikenal Hanns Scharff (1907–1992). Teknik bertujuan untuk
mengumpulkan informasi intelijen dari sumber yang bersedia berbagi informasi
sebagian kecil dari informasi yang mereka miliki.
Setidaknya ada 3 strategi umum yang
dilakukan para tahanan sekutu yang digunakan untuk menghindari memberikan
informasi yang berguna, yaitu :
1. ‘I will not tell very much’ (saya tidak akan memberi tahu terlalu banyak)
2. ‘I’ll try to figure out what they are after & not provide that information’ (saya akan mencoba untuk mencari tahu apa yang mereka kejar dan tidak memberikan informasi itu)
3. ‘It is meaningless to hold back what they already know’ (tidak ada artinya untuk menahan apa yang sudah mereka ketahui)
Pada tahapan selanjutnya, Scharff
membentuk taktik sendiri melawan strategi yang diadopsi oleh tahanan.
Pendekatan teknik ini bertumpu pada 2 konsep psikologis pengambilan perspektif,
yaitu :
1. Kapasitas kognitif untuk mempertimbangkan dunia dari sudut pandang orang lain.
2. Membantu mengantisipasi perilaku dan reaksi orang lain.
Bagaimana pengambilan perspektif yang relevan dengan konteks saat ini dapat dijelaskan dengan memperkenalkan prinsip-prinsip sebagai berikut :
1. Pihak terwawancara atau sumber informasi biasanya akan membentuk hipotesis tentang seberapa banyak & informasi apa yang dimiliki oleh si pewawancara,
1. ‘I will not tell very much’ (saya tidak akan memberi tahu terlalu banyak)
2. ‘I’ll try to figure out what they are after & not provide that information’ (saya akan mencoba untuk mencari tahu apa yang mereka kejar dan tidak memberikan informasi itu)
3. ‘It is meaningless to hold back what they already know’ (tidak ada artinya untuk menahan apa yang sudah mereka ketahui)
1. Kapasitas kognitif untuk mempertimbangkan dunia dari sudut pandang orang lain.
2. Membantu mengantisipasi perilaku dan reaksi orang lain.
Bagaimana pengambilan perspektif yang relevan dengan konteks saat ini dapat dijelaskan dengan memperkenalkan prinsip-prinsip sebagai berikut :
1. Pihak terwawancara atau sumber informasi biasanya akan membentuk hipotesis tentang seberapa banyak & informasi apa yang dimiliki oleh si pewawancara,
2. Persepsi
pihak pewawancara akan mempengaruhi strategi kontra interogasi sumber
3. Strategi
kontra interogasi apa yang digunakan oleh pihak terwawancara atau sumber
informasi akan mempengaruhi seberapa banyak & informasi apa yang didapat
sumber.
Taktik teknik schraftt
1. Taktik
pertama dari teknik Scharff adalah menggunakan “employ a friendly approach”
(pendekatan yang bersahabat).
Tujuan taktik ini adalah untuk menciptakan suasana di mana sumber merasa nyaman dan akhirnya bisa membangun bounding, misalnya, menampilkan penerimaan & perilaku interpersonal yang adaptif.
Tujuan taktik ini adalah untuk menciptakan suasana di mana sumber merasa nyaman dan akhirnya bisa membangun bounding, misalnya, menampilkan penerimaan & perilaku interpersonal yang adaptif.
2. Taktik kedua adalah “not to press for information” (tidak menekan informasi).
Alih-alih ditanyai pertanyaan eksplisit, sumber ditawari kesempatan untuk menambahkan informasi & untuk menanggapi klaim
3. Taktik ketiga adalah “the illusion of ‘knowing-it-all ilusi” (tahu segalanya).
Interaksi terbuka pewawancara yang menyajikan informasi yang mana sudah diketahui sumbernya.
Tujuannya :
a. Jika
sumber ingin dianggap kooperatif sekalipun dia harus memberikan informasi di
luar apa yang diminta pewawancara.
b. Sumber
mungkin berasumsi bahwa pewawancara memegang informasi di luar apa yang akan
diberitahukan. Jika sumber melebih-lebihkan jumlah informasi yang dipegang oleh
pewawancara, & berusaha memberikan informasi yang sudah diketahui, dia
mungkin mengungkapkan informasi yang baru bagi pewawancara.
4. Taktik
keempat adalah penggunaan klaim.
Daripada bertanya langsung ke pertanyaan, pewawancara menyajikan klaim sumber untuk mengkonfirmasi atau disconfirm. Taktik ini mengacu pada asumsi bahwa sumber akan menganggap diskonfirmasi klaim sebagai bentuk keterlibatan yang jauh lebih tidak aktif dibandingkan dengan menjawab pertanyaan eksplisit.
5. Taktik
kelima adalah memberi kesan mengabaikan informasi baru.
Ketika diberikan informasi penting, pewawancara akan meremehkannya sebagai tidak penting atau sudah diketahui sebelumnya padahal tidak.
Itulah 5 teknik yang biasa digunakan
seorang pewawancara (interogator) intelijen dalam mengorek atau mengembangkan
sebuah informasi. Teknik ini idealnya dikuasai semua agen intelijen jika ingin
misi atau tugasnya berhasil. Situasi di lapangan bisa berkembang dinamis dan
teknik di atas seringkali dikombinasikan untuk memvalidasi informasi yang
akurat dan reliabel.
Daripada bertanya langsung ke pertanyaan, pewawancara menyajikan klaim sumber untuk mengkonfirmasi atau disconfirm. Taktik ini mengacu pada asumsi bahwa sumber akan menganggap diskonfirmasi klaim sebagai bentuk keterlibatan yang jauh lebih tidak aktif dibandingkan dengan menjawab pertanyaan eksplisit.
Ketika diberikan informasi penting, pewawancara akan meremehkannya sebagai tidak penting atau sudah diketahui sebelumnya padahal tidak.
Comments
Post a Comment