SEJARAH CAPOEIRA
Capoeira merupakan sebuah olah raga
bela diri yang dikembangkan oleh para budak Negara Afrika di Brasil pada
sekitar tahun 1.500-an. Gerakan dalam capoeira menyerupai tarian dan
bertitik berat pada tendangan. Pertarungan dalam capoeira biasanya
diiringi oleh musik dan disebut Jogo. Capoeira sering dikritik karena
banyak orang meragukan keampuhannya dalam pertarungan sungguhan,
dibanding seni bela diri lainnya seperti Karate atau Taekwondo.
Capoeira
adalah sebuah sistem bela diri tradisional yang didirikan di Negara Brazil
oleh budak-budak Afrika yang dibawa oleh orang-orang Negara Portugis ke Negara Brazil
untuk bekerja pada perkebunan-perkebunan besar. Pada zaman dahulu mereka
melalukan latihan dengan diiringi oleh alat-alat musik tradisional,
seperti berimbau (sebuah lengkungan kayu dengan tali senar yang dipukul
dengan sebuah kayu kecil untuk menggetarkannya) dan atabaque (gendang
besar), dan ini juga lebih mudah bagi mereka untuk menyembunyikan
latihan mereka dalam berbagai macam aktivitas seperti kesenangan dalam
pesta yang dilakukan oleh para budak di tempat tinggal mereka yang
bernama senzala. Ketika seorang budak melarikan diri dia akan dikejar
oleh “pemburu” profesional bersenjata yang bernama capitães-do-mato
(kapten hutan). Biasanya capoeira adalah satu-satunya bela diri yang
dipakai oleh budak tersebut untuk mempertahankan diri. Pertarungan
mereka biasanya terjadi di tempat lapang dalam hutan yang dalam bahasa
tupi-guarani (salah satu bahasa pribumi di Negara Brazil) disebut caá-puêra.
Beberapa ahli sejarah berpendapat bahwa inilah asal dari nama seni bela
diri tersebut. Mereka yang sempat melarikan diri berkumpul di desa-desa
yang dipagari yang bernama quilombo, di tempat yang susah dicapai.
Quilombo yang paling penting adalah Palmares yang mana penduduknya
pernah sampai berjumlah 10 (sepuluh) ribu dan bertahan hingga kurang lebih
selama 60 (enam puluh) tahun melawan kekuasaan yang mau menginvasi mereka.
Ketua mereka yang paling terkenal bernama Zumbi. Ketika hukum untuk
menghilangkan perbudakan muncul dan Negara Brazil mulai mengimport pekerja
buruh kulit putih dari negara-negara seperti Portugal, Spanyol dan
Italia untuk bekerja di pertanian, banyak orang negro terpaksa berpindah
tempat tinggal ke kota-kota, dan karena banyak dari mereka yang tidak
mempunyai pekerjaan, mereka kemudian bertransformasi menjadi penjahat. Capoeira, yang sudah menjadi
urban dan mulai dipelajari oleh orang-orang kulit putih, di kota-kota
seperti Rio de Janeiro, Salvador da Bahia dan Recife, mulai dilihat oleh
publik sebagai permainan para penjahat dan orang-orang jalanan, maka
muncul hukum untuk melarang Capoeira. Sepertinya pada waktu itulah
mereka mulai menggunakan pisau cukur dalam pertarungannya, ini merupakan
pengaruh dari pemain capoeira yang berasal dari Portugal dan
menyanyikan fado (musik tradisional Portugis yang mirip dengan
keroncong). Pada waktu itu juga beberapa sektor yang rasis dari kaum
elit Negara Brazil berteriak melawan pengaruh Afrika dalam kebudayaan negara,
dan ingin “memutihkan” negara mereka. Setelah kurang lebih setengah abad
berada dalam klandestin, dan orang-orang mepelajarinya di jalan-jalan
tersembunyi dan di halaman-halaman belakang rumah, Manuel dos Reis
Machado, Sang Guru (Mestre) Bimba, mengadakan sebuah pertunjukan untuk
Getúlio Vargas, presiden Brazil pada waktu itu, dan ini merupakan
permulaan yang baru untuk capoeira. Mulai didirikan akademi-akademi,
agar publik dapat mempelajari permainan capoeira. Nama-nama yang paling
penting pada masa itu adalah Vicente Ferreira Pastinha (Sang Guru
Pastinha), yang mengajarkan aliran “Angola”, yang sangat tradisional,
dan Mestre Bimba, yang mendirikan aliran dengan beberapa inovasi yang ia
namakan “Regional”.
Sejak
masa itu hingga masa sekarang capoeira melewati sebuah perjalanan yang
panjang. Saat ini capoeira dipelajari hampir di seluruh dunia, dari
Negara Portugal sampai ke Negara Norwegia, dari Negara Am$erika Serikat sampai ke Negara Australia,
dari Negara Indonesia sampai ke Negara Jepang. Di Negara Indonesia capoeira sudah mulai
dikenal banyak orang, disamping kelompok yang ada di Kota Yogyakarta, juga
terdapat beberapa kelompok di Jakarta. Banyak pemain yang yang berminat
mempelajari capoeira karena lingkungannya yang santai dan gembira, tidak
sama dengan disiplin keras yang biasanya terdapat dalam sistem bela
diri dari Timur. Seperti yang pernah dikatakan oleh seorang penulis
besar dari Negara Brazil, Jorge Amado, "ini pertarungan yang paling indah di
seluruh dunia, karena ini juga sebuah tarian”.
Dalam capoeira teknik
gerakan dasar dimulai dari “ginga” dan bukan dari posisi berhenti yang
merupakan karateristik dari karate, taekwondo, pencak silat, wushu kung
fu, dll...; ginga adalah gerakan-gerakan tubuh yang berkelanjutan dan
bertujuan untuk mencari waktu yang tepat untuk menyerang atau
mempertahankan diri, yang sering kali adalah menghindarkan diri dari
serangan. Dalam roda para pemain capoeira mengetes diri mereka, lewat
permainan pertandingan, di tengah lingkaran yang dibuat oleh para pemain
musik dengan alat-alat musik Afrika dan menyanyikan bermacam-macam
lagu, dan pemain lainnya bertepuk tangan dan menyanyikan bagian refrein.
Lirik lagu-lagu itu tentang sejarah kesenian tersebut, guru besar pada
waktu dulu dan sekarang, tentang hidup dalam masa perbudakan, dan
perlawanan mencapai kemerdekaan. Gaya bermain musik mempunyai perbedaan
ritme untuk bermacam-macam permainan capoeira, ada yang perlahan dan ada
juga yang cepat.
Capoeira
tidak saja menjadi sebuah kebudayaan, tetapi juga sebuah olahraga
nasional Negara Brazil, dan para guru dari negara tersebut membuat capoeira
menjadi terus menerus lebih internasional, mengajar di kelompok-kelompok
mahasiswa, bermacam-macam fitness center, organisasi-organisasi kecil,
dll. Siswa-siswa mereka belajar menyanyikan lagu-lagu Capoeira dengan
bahasa Portugis – “Capoeira é prá homi, / mininu e mulhé...” (Capoeira
untuk laki-laki, anak-anak dan perempuan).
Comments
Post a Comment